LiteX.co.id, Luwu – Menyusul beredarnya video dan berita yang menuduh PT Masmindo Dwi Area (MDA) telah melakukan penyerobotan lahan di wilayah konsesi tambang di Dataran Tinggi Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, manajemen MDA merasa perlu memberikan klarifikasi untuk meluruskan informasi yang berkembang.
Lahan yang menjadi subjek sengketa merupakan lahan konsesi sah milik PT MDA, yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang sesuai dengan ketentuan hukum. Terkait klaim warga atas beberapa bidang tanah, perusahaan telah menjalankan pembebasan lahan secara adil dengan ganti rugi yang wajar.
“MDA tidak pernah melakukan tindakan paksa. Semua proses telah mengikuti prosedur hukum, termasuk mediasi dengan pemerintah desa, pemerintah kabupaten, dan Satgas Percepatan Investasi,” jelas manajemen MDA.
Sejak 2022, MDA telah melakukan serangkaian langkah, mulai dari sosialisasi Rencana Kompensasi Tanam Tumbuh dan Lahan, hingga kajian harga lahan yang dilakukan oleh Penilai Independen KJPP RAB. Pada 2023, MDA juga menggelar Komunikasi Publik terkait rencana operasional tambang dan terus melakukan negosiasi dengan para penggarap lahan. Namun, negosiasi mengenai harga ganti rugi sering menemui jalan buntu.
Pada 2024, perusahaan melakukan kajian ulang bersama Penilai Independen KJPP RAB dan kembali berupaya melakukan sosialisasi dan mediasi. Satgas Percepatan Investasi Kabupaten Luwu bahkan telah beberapa kali melakukan sosialisasi dan pemanggilan kepada pemilik lahan, namun kesepakatan tetap sulit dicapai.
MDA telah menawarkan ganti rugi yang jauh lebih tinggi dari nilai pasar rata-rata, yakni mencapai Rp 700 juta per hektar, nilai tertinggi di Sulawesi berdasarkan riset Celebes Research Centre. Selain itu, perusahaan juga telah menitipkan dana ganti rugi di Bank Mandiri Cabang Belopa untuk memastikan bahwa kompensasi dapat diterima oleh pihak yang terdampak sesuai ketentuan hukum.
Manajemen MDA menyesalkan bahwa kebuntuan dalam negosiasi menyebabkan tertundanya rencana produksi tambang selama beberapa tahun. Penundaan ini tidak hanya berdampak pada operasional perusahaan, termasuk pengurangan pegawai pada 2024, tetapi juga menunda pemasukan pendapatan yang seharusnya dinikmati oleh negara, pemerintah daerah, dan masyarakat Luwu.
MDA berkomitmen terhadap masyarakat di 4 kecamatan dan 21 desa di Luwu yang telah mendukung proyek ini. Perusahaan memahami bahwa masyarakat menantikan dampak positif dari beroperasinya tambang emas ini, baik berupa lapangan kerja, peningkatan ekonomi lokal, maupun pembangunan infrastruktur.
MDA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan evaluasi menyeluruh terkait isu yang berkembang. Diana Yultiara Djafar, Corporate Communications Head MDA, menyampaikan bahwa perusahaan terus berkomitmen menjalankan proses yang adil dan setara serta menjalin komunikasi terbuka dengan semua pemangku kepentingan.
“Kami senantiasa berupaya memastikan semua pihak mendapatkan hak yang adil dan sesuai hukum. Manajemen MDA berharap masyarakat memahami bahwa perusahaan selalu mengedepankan hukum dan kepentingan bersama, serta mengajak seluruh pihak untuk melihat masalah ini secara jernih dan komprehensif,” ujar Diana.
MDA berharap semua pihak dapat mendukung penyelesaian masalah ini demi keberlanjutan proyek yang membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Luwu.(*)