LiteX.co.id, LUWU UTARA —Gencar dengan program menurunkan stunting, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Luwu Utara menggelar Pertemuan Teknis Sistem Manajemen Data Stunting, Pertemuan ini merupakan Aksi 6 dari 8 Aksi Konvergensi Penurunan Stunting. di Aula Bappelitbangda, Senin (24/10/2022).
Pertemuan dibuka Kepala Bappelitbangda, Alauddin Sukri, dan dihadiri Perangkat Daerah (PD) yang terkait dengan program Stunting, yaitu Bappelitbangda, Dinas Kesehatan, DP3AP2KB, Dinas Sosial, DPUTRPKP2, DPKP, DPMD, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Diskominfo-SP.
Hadir sebagai Narasumber, Besse Kuty dari Institutional Specialist Tim INEY Regional 5 Dirjen Bina Bangda Kemendagri.
Kepala Bappelitbangda Alauddin Sukri mengatakan, sistem manajemen data intervensi penurunan Stunting adalah upaya pengelolaan data tingkat kabupaten/kota sampai tingkat desa/kelurahan yang akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi dan digunakan untuk membantu pengelolaan program dan atau kegiatan percepatan penurunan Stunting.
“Tujuan dari pertemuan kita kali ini adalah untuk membantu penyediaan dan mempermudah akses data untuk pengelolaan program penurunan Stunting,” kata Alauddin Sukri, saat membuka pertemuan tersebut.
Secara khusus, kata dia, sistem manajemen data ini harus dapat memastikan kebutuhan data dalam Aksi Konvergensi lainnya ini terpenuhi.
Delapan aksi tersebut adalah Aksi 1 (Analisis Situasi Program Penurunan Stunting), Aksi 2 (Penyusunan Rencana Kegiatan), Aksi 3 (Rembuk Stunting), Aksi 4 (Peraturan Bupati tentang Percepatan Penurunan Stunting), Aksi 5 (Pembinaan Kader Pembangunan Manusia), Aksi 6 (Sistem Manajemen Data Stunting), Aksi 7 (Pengukuran dan Publikasi Stunting) serta Aksi 8 (Review Kinerja Tahunan).
”Tujuan aksi perbaikan sistem manejemen data ini bukan hanya untuk membangun sistem manajemen data baru untuk Stunting, tetapi juga untuk memperkuat sistem yang ada di Perangkat Daerah guna meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas maupun kualitas data tentang intervensi penurunan Stunting,” jelas Alauddin.
Untuk diketahui, kegiatan ini dilaksanakan sepanjang tahun anggaran untuk mendukung keseluruhan proses perencanaan penganggaran, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan intervensi cakupan layanan.
Penanggung jawab untuk Aksi ini adalah Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten, dalam hal ini Bappelitbangda. Sementara Perangkat Daerah terkait lainnya akan bertanggung jawab terhadap ketersediaan data untuk masing-masing kegiatan.
Untuk diketahui penurunan stunting adalah program nasional. Percepatan penurunan stunting pada Balita adalah program prioritas Pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024. Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%. Wakil Presiden RI sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat bertugas memberikan arahan terkait penetapan kebijakan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting, serta memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi dalam penyelesaian kendala dan hambatan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting secara efektif, konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan daerah.
Program percepatan penurunan stunting secara nasional semakin dekat dengan deadline yang ditetapkan Presiden, 14 persen pada tahun 2024. Saat ini angka prevalensi stunting telah berada di angka 24,4 persen, atau menurun jauh dari tahun 2018, sebesar 30,8 persen. Untuk mencapai target tepat sasaran, semua tantangan harus dapat diatasi.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Suprayoga Hadi mengatakan, luasnya Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi aksi intervensi konvergensi ke seluruh keluarga berpotensi stunting. Luasnya bentang alam ini sudah dapat dijangkau oleh tim percepatan penurunan stunting yang diturunkan ke seluruh desa/kelurahan seantero Nusantara.
Terdapat kendala lainnya, seperti komitmen kepala daerah hingga perubahan perilaku dalam masyarakat. “Sampai saat ini masih ada sejumlah tantangan yang harus dikerjakan. Hal ini sudah kita antisipasi dengan aksi-aksi yang sudah dipersiapkan,” ungkapnya di Jakarta, Jum’at (21/10/2022). Dikutip dari halaman website resmi pemerintah stunting.go.id.
Menurut Suprayoga Hadi, Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat pusat mendapati lima tantangan utama dalam aksi yang dilakukan selama ini. Yang pertama, ada sebagian kepala daerah yang kurang berkomitmen dalam aksi nasional ini. Seharusnya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia yang diterbitkan melalui Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 dijadikan pedoman pelaksanaan secara efektif.
Tantangan kedua adalah soal konvergensi anggaran. Semua anggaran perlu dikonvergensikan karena dana untuk aksi percepatan penurunan stunting tersebar di 20 kementerian/lembaga. “Dana dari pusat sekitar Rp34 triliun harus sinergis dengan dana 20 kementerian/lembaga, dan dana transfer daerah,” katanya.
Tantangan ketiga berkaitan dengan peningkatan gizi dan pangan. Dalam hal ini masyarakat yang hidup di pesisir tidak memanfaatkan hasil laut yang mengandung protein tinggi sebagai bahan konsumsi. Ini sangat disayangkan, di mana sumber gizi dan protein melimpah, tetapi penduduknya stunting.
Tantangan keempat adalah soal data, monitoring, dan evaluasi yang harus didorong untuk lebih baik. Terakhir, tantangan kelima, adalah perilaku masyarakat. Stunting itu identik dengan kemiskinan, tetapi ada faktor pola asuh yang juga sangat memengaruhi. Pada periode emas 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) seharusnya menjadi perhatian orang tua secara serius untuk mencegah stunting.
Selain itu, pola hidup remaja putri yang ternyata banyak ditemukan anemia. Hal ini memerlukan perubahan gaya hidup sehingga asupan gizi dapat dibuat lebih seimbang. Suprayoga Hadi mengatakan, saat ini pemerintah telah melakukan intervensi Tablet Tambah Darah (TTD) dan memantau pasangan pra nikah, agar saat reproduksi dalam keadaan sehat tanpa faktor-faktor penyebab stunting
Mendukung program ini, Indonesian Gastronomy Community (IGC) mengkampanyekan menu makanan tradisional sebagai salah satu pilihan yang efektif menaikkan tingkat gizi masyarakat. Dewan Pakar Indonesian Gastronomy Community (IGC) Hindah Muaris menjelaskan, tumbuh-tumbuhan lokal Indonesia yang secara tradisional menjadi bahan baku makanan memiliki kandungan gizi yang tinggi. “Tetapi sayangnya, kini banyak ditinggalkan karena ada yang lebih praktis dan instan,” katanya di Jakarta, Senin (17/10/2022). Masih dikutip dari stunting. go.id.
Bila dilihat dari segi keragaman hayati, Indonesia seharusnya tidak pantas menjadi negara dengan angka stunting yang tinggi, karena variasi makanan tradisional Indonesia luar biasa besar dan beragam. Bahan pangan lokal dapat memenuhi hampir 608 protein yang bermanfaat bagi tubuh.
Gastronomy atau tata boga adalah ilmu yang mempelajari teknik-teknik kebaikan dalam makanan. Terkadang ia didefinisikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan makan dan minuman. Dalam gastronomy, makanan bukan sekadar pengenyang perut, tetapi ada filosofi, sejarah, dan budaya di balik makanan tersebut.
Dalam kaitan dengan stunting, kata Hindah, ilmu gastronomy dapat menyajikan beraneka ragam jenis makanan tradisional, bergizi seimbang, dan berprotein tinggi.
Terkait dengan bahan lokal, harganya sudah tentu lebih murah. Salah satu
yang dibutuhkan dalam pencegahan stunting adalah air bersih, di mana kebanyakan daerah di Indonesia tidak memiliki masalah dengan itu.
Menurut Hindah, menu sehat untuk anak Balita sebenarnya dapat dipenuhi oleh bahan lokal. Potensi pangan Indonesia yang melimpah berasal dari pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan, menurutnya menjadi salah satu asupan nutrisi yang baik untuk anak.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum IGC Ria Musiawan mengungkapkan, beberapa penelitian dan kajian ilmiah di berbagai daerah menunjukkan bahwa pangan, hidrasi, dan kuliner berbasis kearifan lokal dapat menjadi salah satu faktor sukses pencegahan dan penurunan stunting di Indonesia.
Oleh karena itu, IGC mendeklarasikan diri ikut ambil bagian secara aktif dalam kampanye pemerintah menurunkan angka stunting di Indonesia. Salah satu langkah awal, IGC akan menggalang konsensus para ahli pangan, budaya, sosio-antropologi, dan kesehatan tentang peran nutrisi dan hidrasi melalui makanan tradisional untuk pencegahan dan penurunan stunting.
“Hasil konsensus akan diserahkan kepada pemangku kebijakan sebagai bentuk tindak lanjut komitmen dan dukungan IGC,” katanya. Langkah ini, menurut Ria Musriawan diharapkan akan menjadi edukasi masyarakat tentang pentingnya memanfaatkan pangan lokal di berbagai wilayah di Indonesia.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada 1000 hari pertama kehidupan. Faktor yang memengaruhi adalah kesehatan ibu hamil, asupan ASI, dan makanan tambahan ASI, serta nutrisi penunjang lainnya. Prevalensi stunting di Indonesia saat ini 24,4 persen, menurut survei SSGI 2021. Pemerintah menargetkan capaian prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024. Sedangkan WHO menetapkan batas maksimal 20 persen. (*/kartini)