Don't Show Again Yes, I would!

Lingkaran Setan Narkoba yang Melibatkan Oknum Polisi

Mengurai Lingkaran Setan Kasus Narkoba yang Melibatkan Polisi

LiteX.co.id, TORAJA – Pernyataan yang diungkapkan seorang tahanan Badan Narkotika Nasional, Tana Toraja, Sulawesi Selatan saat konferensi pers. Sontak, video pengakuan tersebut viral di media sosial usai diunggah akun @Heraloebss di Twitter dengan mention akun @ListyoSigitP.

“Saya sedikit bicara, Bu. Kami berani begini, karena kami dilindungi dari bawah, (oleh) Polres, ” ungkap tahanan itu di video yang beredar.

Tak ada arang jika tak ada api, demikian juga dengan video tahanan itu. Diduga bukan hanya satu orang itu saja yang selama ini dilindungi oleh oknum petugas keamanan, ribuan pengedar barang haram berani melakukan karena ada perlindungan dari oknum aparat.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Komang Suartana merespons omongan si tahanan. “(Bidang) Profesi dan Pengamanan masih menyelidiki terkait yang disampaikan tersangka,” kata dia Senin, 20 Februari 2023. Dikutip dari media Tirto.

Hingga kini, belum diketahui Polres yang diduga terlibat dalam kasus narkoba tersebut.

Sementara itu, Kepala BNNK Tana Toraja, AKBP Dewi Tonglo berujar, pihaknya tak mudah percaya omongan tersangka.

“Info itu kami tidak langsung percaya mentah-mentah. Keterangan tersangka harus diuji dan harus dibuktikan sehingga tidak ada fitnah atau menzalimi orang. Bisa saja tersangka mengaku, karena ditangkap,” kata Dewi pada Minggu, 19 Februari 2023. Ia juga meminta penyidik memeriksa lebih lanjut si tersangka.

Kasus ini kemudian menjadi perhatian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Juru Bicara Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, Divisi Propam Polri perlu menindaklanjuti masalah ini karena terkait murwah institusi.

Divisi Propam Polri untuk ditindaklanjuti benar tidaknya omongan yang bersangkutan. Karena diduga menyangkut anggota Polri,” kata Poengky kepada reporter Tirto.
Sungguh ironis jika ada anggota Polri yang terlibat kasus narkoba. Sebagai penegak hukum yang seharusnya menindak tegas pelaku kejahatan narkoba, ternyata malah ada anggota diduga terlibat. Tindakan Polri haruslah tanpa pandang bulu menangkap anggota yang diduga terlibat narkoba.

Poengky berkata, perlu sering dilakukan razia tes urine anggota. Bila ada anggota yang tes urine positif mengandung zat narkoba, maka harus segera diproses hukum, khususnya untuk melihat, apakah betul terjadi penyalahgunaan.

“Dari mana memperoleh narkoba? Adakah kemungkinan keterkaitan yang bersangkutan dengan jaringan narkoba?. Tindakan tegas terhadap anggota yang terjaring narkoba akan memunculkan efek jera,” terang Poengky.

Karena itu, kata dia, perlu ada pengawasan melekat guna mencegah anggota terpapar narkoba dan punishment tegas –termasuk pemecatan dan proses pidana– bagi anggota yang terlibat narkoba.

“Jika benar ada anggota yang menjadi beking bandar atau pengedar narkoba, maka tidak boleh ada ampun bagi mereka. Harus tegas diproses pidana,” tutur Poengky.

Polisi Terlibat Kasus Narkoba Berulang

Kasus keterlibatan anggota Polri dalam kasus narkoba bukan hal baru. Perkara serupa juga terjadi pada 2022 yang melibatkan polisi bintang dua, yaitu Irjen Pol Teddy Minahasa. Eks Kapolda Sumatra Barat itu, bersama-sama dengan anak buahnya diduga menyimpan tanpa izin dan memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu sitaan seberat 5 kilogram dan ditukar dengan tawas.

Dalam uraian jaksa, disebutkan, dianggap “mengarahkan” Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, untuk mengganti sebagian besar sabu dengan tawas sebagai bonus anggota. Sabu itu merupakan barang bukti hasil sitaan pada 14 Mei 2022 sebesar 41 kilogram.

Saat itu, Dody tak berani melaksanakan perintah Teddy. Pada 20 Mei 2022, Teddy menginstruksikan hal serupa. Pada hari yang sama, Polres Bukittinggi menggelar pemusnahan barang bukti sabu di halaman Polres. Setelah itu, Teddy menuju ruang kerja Doddy dan bertanya secara pribadi soal menukar 5 kilogram sabu dengan tawas.

Dalam surat dakwaan jaksa, sabu yang dimusnahkan mencapai 35 kilogram yang terdiri 30.000 gram sabu dan 5.000 gram tawas yang seolah-olah sabu.

Kasus lain terjadi di Pamekasan, Jawa Timur. Tim Satuan Narkoba Polres Pamekasan juga menangkap seorang anggota Polri berinisial WB. Ia ditangkap karena menjadi pengedar sabu.

“Yang bersangkutan merupakan anggota Sabhara Polres Pamekasan,” kata Kasat Narkoba Polres Pamekasan, AKP Junairi Tirto Admojo, Selasa, 20 Desember 2022 sebagaimana dilansir Antara.

Kejadian bermula ketika polisi menangkap IN, seorang pengguna narkoba. Dia mengaku mendapatkan sabu dari WB, maka polisi mengembangkan perkara tersebut, lalu membekuk WB.

Kejahatan yang Terorganisir

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyorot keterlibatan polisi dalam bisnis narkoba. Sebab, kasus narkoba merupakan kejahatan yang terorganisir: pelaku lebih dari satu orang, ada pembagian peran, dan berjejaring dengan aparat dan instansinya.

Kejahatan yang terorganisir ini juga pernah diungkap oleh Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba yang menyatakan ada keterlibatan anggota Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.

Julius melanjutkan, “aman” menjalankan bisnis bisa berarti aparat yang membekingi perdagangan itu juga berperan agar bisnisnya tak disentuh penegak hukum lainnya atau bisa dibebaskan jika tertangkap tangan.

“Sepanjang kejahatan terorganisasi ini tak membongkar keseluruhan pihak dan instansinya, maka kejahatan modus seperti ini akan kembali terulang,” terang Julius.

Dahulu, sipil yang meminta “dukungan” dari aparat, agar aman bertransaksi. Belakangan, posisi itu berubah, malah aparat yang menjadi otak bisnis narkotika, sedangkan sipil jadi eksekutor lapangan.

“Tentu ini akan berulang terus, hanya berganti wajah dan nama. Organisasi dan kejahatan juga masih sama, instansi dan peran signifikansi juga sama. Ini seperti sinetron yang berganti aktor dan aktris saja. Ganti pemeran,” ucap Julius.

Keseluruhan proses bisnis pasti ada. Seperti pengumpulan bahan, produksi, distribusi, bahkan konsumsi narkotika.tirto.id

Sehari sebelum dieksekusi mati, Jumat, 29 Juli 2016, gembong narkoba Freddy Budiman membuat pengakuan bahwa dirinya hanya pelaksana dalam sindikat narkoba di tanah air. Dalam rekaman video itu, ia juga mengungkapkan kalau operasi kerjanya juga melibatkan pejabat dan penegak hukum Indonesia.

Pengakuan Freddy ini, belakangan kembali terngiang. Terutama ketika Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Pol Budi Waseso menemukan adanya ruang di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) memiliki fasilitas istimewa bagi pelaku tindak pidana kejahatan di Indonesia. Ruangan itu milik Haryanto Chandra alias Gombak, narapidana Lapas Klas I yang divonis 14 tahun penjara di Lapas Cipinang Klas IA, Jakarta Timur.

“Dari penggeledahan, ruangan sel tidak seperti sel pada umumnya. Di ruangan tersebut terdapat AC, CCTV yang bisa memonitor orang yang datang, WiFi, aquarium ikan arwana, dan menu makanan spesial,” kata Budi Waseso (Buwas), Selasa (13/6). “Pada saat yang sama, tim juga menemukan aktivitas para narapidana sedang menghisap sabu di dalam sel,” tambahnya.

Tak hanya itu, penyidik juga menemukan satu komputer jinjing, satu iPad, empat telepon genggam, dan satu token. Temuan ini, kata Buwas, tidak lagi mengejutkan, sebab akan terus terulang sepanjang mata rantai jaringan narkoba dengan oknum lapas tidak diputus. Para bandar narkoba itu bahkan tetap bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas, karena mendapatkan fasilitas dan dukungan melalui bantuan oknum lapas. (*/tim)

Share:

Ocha

Seorang pengembang muda yang saat ini tengah mencari peluang kerja di Jepang. Memiliki ketertarikan besar pada dunia teknologi, budaya pop, dan fiksi detektif. Saat tidak sibuk mengotak-atik kode, ia senang membaca novel misteri dan membayangkan diri sebagai “Sherlock Holmes” versi Indonesia. Pecinta musik, terutama karya-karya NewJeans—yang menurutnya, akan selalu abadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *