Don't Show Again Yes, I would!

BPOM RI Temukan 6.001 Tautan Lakukan Penjualan Sirop Secara Online

LiteX.co.id, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirop obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal pada platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia.

“Ternyata produk tersebut banyak dijual secara online (daring). Kami melakukan patroli siber terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (take-down) konten terhadap 6.001 tautan tersebut sejak 24 Oktober 2022.

Ia mengatakan obat pada tautan tersebut dianggap tidak aman untuk dikonsumsi sebab diduga mengandung senyawa kimia berbahaya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia.

Hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen) obat sirop tersebut, kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops.

“EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum,” katanya.

Dia mengatakan cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol (PEG), sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Selain itu, cemaran ED/DEG obat juga dimungkinkan pada produk yang tidak terdapat standar internasional cemaran EG/DEG dalam produk obat.

“Acuan BPOM adalah Farmakope Indonesia dan standar lain sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan,” katanya.

Menurut Penny, ambang batas aman atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI) cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg BB/per hari.

“Hasil uji cemaran EG yang ditemukan pada produk tidak memenuhi syarat, belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut,” katanya.

Beberapa faktor risiko lain, seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascaCOVID-19.

“Untuk itu harus ada kajian kausalitas apakah kejadian itu terkait dan disebabkan oleh obat,” katanya.

Sementara,
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyatakan faktor risiko terbesar penyebab kematian pasien gangguan ginjal akut di Indonesia karena keracunan senyawa kimia Etilon Glikol (EG) dan Dietilon Glikol (DEG) yang melebihi standar aman pada obat.

“Posisi kami di Kemenkes clear, bahwa faktor risiko terbesar dari kejadian gangguan ginjal akut adalah senyawa EG dan DEG yang melebihi standar yang diminum anak-anak,” kata dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, faktor lain yang memiliki kemungkinan kecil bisa memicu gangguan ginjal akut adalah infeksi, kelainan genetik, dehidrasi berat, kehilangan darah.

Menurut Budi, kasus gagal ginjal akut di Indonesia selalu terjadi setiap tahun.

“Tapi karena jumlahnya tidak besar, ini menjadi insiden yang sama seperti penyakit lain,” katanya

Berdasarkan laporan Kemenkes sejak awal 2022, kasus gangguan ginjal akut mencapai rata-rata satu hingga dua pasien per bulan. Jumlah kasus mulai melonjak akhir Agustus 2022 mencapai 35 pasien.

“Waktu itu yang meninggal sekitar 50 persen dari kasus di Agustus, sehingga September 2022 kami mulai bergerak menelusuri kasusnya,” katanya.

Dia menjelaskan laporan lonjakan kasus diperoleh Kemenkes dari laporan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sebagai rujukan nasional untuk pasien ginjal.

“Sebenarnya informasi lonjakan mulainya dari RSCM sebagai sistem monitoring kami. Ini mulai tidak wajar, ada kenaikan tinggi,” katanya.

Penelusuran penyebab kasus gangguan ginjal akut dimulai dengan menganalisa secara laboratorium patologi terhadap virus dan bakteri. Tapi, semuanya memiliki tingkat akurasi berkisar 0-7 persen.

“Kami baru mendapat trigger, begitu ada kejadian serupa di Gambia, Afrika pada 5 Oktober 2022, dan itu penyebabnya adalah keracunan obat,” katanya.

Dari hasil pengecekan darah para pasien di Indonesia, kata Budi, 74 persen disebabkan oleh keracunan obat yang disebabkan EG dan DEG yang sama seperti di Gambia. Lebih dari 50 persen pasien, memiliki kandungan senyawa perusak ginjal itu di darahnya.

“Kami biopsi, pasien terkonfirmasi meninggal karena pengaruh EG dan DEG dan kami kasih obat penawar EG dan DEG, terkonfirmasi efektif,” katanya.

Pernyataan itu sekaligus untuk menyakinkan masyarakat, bahwa sikap pemerintah terhadap faktor penyebab gangguan ginjal akut dipicu oleh faktor terbesar keracunan obat, kata Budi.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril melaporkan jumlah kasus gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) di Indonesia per 31 Oktober 2022 mencapai 304 pasien, terbanyak di DKI Jakarta.

“Sampai dengan kemarin, jumlah kasus AKI di Indonesia ada 304 kasus dan yang masih dirawat seluruh Indonesia sebanyak 46 kasus, dan meninggal 159 kasus (52 persen) dan 99 kasus sembuh,” kata Mohammad Syahril dalam konferensi pers daring diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa.

Syahril mengatakan 304 kasus itu tersebar di 27 provinsi, terbanyak berada di Provinsi DKI Jakarta mencapai 74 kasus yang berasal dari empat kota administratif, yakni Jakarta Timur 25 kasus, Jakarta Barat 22 kasus, Jakarta Selatan 15 kasus dan Jakarta Utara 12 kasus.

Jumlah kasus di Jakarta Timur terdiri atas tujuh meninggal dunia, enam dalam perawatan dan 12 sembuh. Jakarta Barat terdiri atas 13 meninggal dunia dan sembilan sembuh.

Jakarta Selatan tiga meninggal dunia, empat dalam perawatan dan delapan sembuh. Jakarta Utara enam meninggal dunia, satu dalam perawatan dan 15 sembuh.

“Yang terbanyak itu dirawat di RSUD Cipto Mangunkusumo Jakarta,” katanya.

Provinsi lainnya yang juga melaporkan kasus serupa berasal dari Provinsi Aceh mencapai 14 kasus, terdiri atas dua meninggal dunia dan 12 sembuh.

Provinsi Bali mencapai 11 kasus, terdiri atas empat meninggal dunia dan tujuh sembuh. Provinsi Banten sebanyak delapan kasus, dua meninggal dunia, satu dirawat dan lima sembuh.

Selanjutnya dari Provinsi Jawa Barat dilaporkan dari Kota Bekasi tujuh kasus, terdiri atas dua meninggal, satu dirawat dan empat sembuh. Kabupaten Bekasi sebanyak enam kasus, dua dirawat dan empat sembuh. Kota Depok sebanyak enam kasus, empat meninggal dan dua sembuh.

“Kematian ada terbanyak itu di kelompok umur 1 sampai 5 tahun sebanyak 106 anak, kemudian di bawah 1 tahun 21 anak dan 23 kasus pada 6 sampai 10, dan ada sembilan anak pada 11 hingga 18 tahun,” katanya.

Jumlah kasus berdasarkan kelompok umur didominasi usia 1 hingga 5 tahun sebanyak 173 kasus, kurang dari setahun 46 kasus, 6 sampai 10 tahun 43 kasus dan 11 hingga 18 tahun 42 kasus.

“Pasien yang laki-laki dan perempuan hampir sama, laki-laki adalah 59 persen perempuan 41 persen,” katanya.

Mohammad Syahril juga mengatakan pengungkapan kasus penggunaan bahan baku obat melampaui batas aman di tataran produsen farmasi merupakan bentuk perbaikan sistem pengawasan obat di Indonesia.

“Dengan peristiwa ini, ada dampak positif pada perbaikan sistem pengawasan obat,” kata Mohammad Syahril saat konferensi pers AKI dalam jaringan Zoom yang diikuti dari Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, Kemenkes bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI bekerja sama mengungkap penyebab tunggal kejadian gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) melalui penelusuran senyawa terlarang pada campuran obat sirop yang dikonsumsi korban.

Hasilnya, Kemenkes merekomendasikan 102 produk obat sirop yang diduga kuat menggunakan senyawa Propilen Glikol (PG) melebihi ambang batas aman sebesar 0,1 persen kepada BPOM untuk ditelisik.

BPOM juga terus melakukan perluasan sampling dan pengujian terhadap produk sirop obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. “Hasilnya, terdapat tiga produk yang melebihi ambang batas aman yaitu Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint dan Vipcol Sirup produksi PT Afifarma,” katanya.

Penelusuran lebih lanjut, BPOM menemukan kasus serupa pada semua produk sirop cair PT Afi Farma yg menggunakan empat pelarut PG, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin/Gliserol.

“Kerja sama Kemenkes dan BPOM sangat erat. Tentu setelah penyelidikan ada dugaan intoksikasi, kami beri informasi ke BPOM dan mereka yang punya tugas menelisik berapa ambang batasnya,” katanya.

Syahril menambahkan, upaya penelusuran terhadap penyebab kasus gangguan ginjal akut telah mengerucut pada kesimpulan keracunan obat sirop.

“Pemeriksaan kami lakukan biopsi pada ginjal anak yang sudah meninggal, dan ditemukan kristal oksalat dan ini sebagai hasil akhir EG dan DEG. Inilah yang sebabkan kristal yang merusak ginjal,” katanya. (Antara/cr)

Share:

Ocha

Pengangguran dadakan yang lagi nyari kerja di Jepang. Mimpi jadi karyawan kantoran ala anime sambil ngejar deadline. Kalau lagi nggak sibuk ngoding, pasti lagi baca novel detektif sambil ngebayangin jadi Sherlock Holmes versi Indonesia. Oh iya, NewJeans Never Die

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *